Selasa, 01 April 2008

1. Kemauan untuk Sukses

Anda pasti akan mengalami tantangan saat memulai usaha. Tantangan itu antara lain :
  • Diremehkan (termasuk orang terdekat).
Walaupun sudah sukses , Tonton Taufik, pebisnis sukses ekspor rotan, tetap tidak berhenti bermimpi. Obsesi Tonton yang terpendam adalah menaikkan jumlah kontainer untuk ekspor. “Harapan saya, di tahun 2008, target ekspor bisa mencapai 30 kontainer per bulan,” katanya.

Kesuksesannya bukanlah tanpa perjuangan. Inilah awal dari perjuangan usaha tonton. Pada bulan Oktober 1999, ia mendirikan Rattan-land Furniture. Modal yang dia keluarkannya untuk memulai usaha ini adalah satu buah komputer lengkap dengan fasilitas internet. “Modal awal saya kira-kira Rp. 5 juta,” kata Tonton.

Tonton memanfaatkan modalnya untuk membuat website sendiri. Selama tiga bulan ia berkutat dengan computer dan tidak keluar rumah atau bergaul dengan teman seusianya. Alhasil, ibunda Tonton, Erna Ma’some, kerap menegur dan memarahinya. Sang ayahanda , Ruchimat Samsudi , juga meragukan keberhasilan bisnis anaknya. “Mereka sering bilang: masa cari uang lewat komputer, sih ?” ujar Tonton, sembari menirukan perkataan kedua orangtuanya. Namun, keraguan orangtuanya itu terpatahkan. Pesanan dari luar negeri akhirnya mampir ke website Tonton.
  • Kesulitan mau memulai (modal kerja, cara-caranya/know-how)
Puspo Wardoyo owner Ayam Bakar Wong Solo, yang memiliki cabang tersebar di medan, Banda Aceh, Padang, Solo, Denpasar, Surabaya, Semarang, Jakarta, Malang dan Yogyakarta. Merantau jauh ke Medan, berakhir tidak sia-sia. Setelah dua tahun menjadi guru, ia berhasil mengumpulkan tabungan senilai Rp 2.400. 000. Dengan uang inilah keinginannya menaklukkan kota Medan tak terbendung lagi.

Uang tabungan itu sebagian ia gunakan untuk menyewa rumah dan membeli sebuah motor Vespa butut. Masih ada sisa Rp 700. 000 yang kemudian ia manfaatkan sebagai modal membangun warung kaki lima di bilangan Polonia Medan. Disini ia menyewa lahan 4×4 meter persegi seharga Rp 1.000 per hari.

Siapa sangka jika dari sebuah warung kecil ini kemudian melahirkan sebuah usaha jaringan rumah makan yang cukup kondang di seantero Medan. Impian untuk menaklukkan “jarak” Solo-Medan lebih dekat dibanding Solo-Semarang pun menjadi kenyataan. Bukan itu saja, penilaian atas prestasi bisnis yang dirintis Puspo lebih jauh melewati impian yang ia tinggalkan sebelumnnya.

Dari ibu kota Sumatera Utara ini nanti Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo (Wong Solo) melejit ke pentas bisnis nasional. Belakangan ini nama Wong Solo semakin berkibar-kibar setelah berhasil menaklukkan Jakarta setelah sebelumnya “mengapung” dari daerah pinggiran. Dalam waktu relatif singkat kehadiran Wong Solo telah merengsek dan menanamkan tonggak-tonggak bisnisnya di pusat kota metropolis ini. Ekspansinya pun semakin tak tertahankan dengan memasuki berbagai kota besar di Indonesia.

Fenomena Wong Solo mengundang decak kekaguman berbagai kalangan dari pejabat pemerintah, para pelaku bisnis hingga para pengamat. Hampir semua outletnya di Jakarta selalu sesak Pengunjung, terutama di akhir pekan dan hari libur. Bahkan ketika bulan Ramadhan, semua outlet tersebut membatasi jumlah pengunjung saat berbuka puasa. Skala usaha Wong Solo itu memang belum sekelas para konglomerat masa lalu yang dengan enteng menyebut angka aset, omset atau keuntungan per tahun yang triliunan rupiah.

“usaha saya memang belum kelas triliunan seperti para konglomerat yang kaya utang itu,” paparnya. Kendati masih tergolong usaha menengah, namun kinerja wong Solo sangat solid dan tak punya beban utang. Ia memiliki pondasi kuat untuk terus berkembang. Untuk mewujudkan mimpi-mimpinya, ayah sembilan anak dari empat istri ini telah melewati rute perjalanan yang berlika-liku lengkap dengan segala tantangannya.
  • Membuat laris produk/jasa (karena ada siklus bisnis; pengenalan, pertumbuhan, puncak pertumbuhan, belum lagi persaingan dan hantaman ekonomi faktor; daya beli, dll)
Kisah sukses Ayam Bakar Wong Solo juga tidak bebas dari cerita sedih. Ada masa ketika di waktu-waktu awal merintis usaha di Medan ia nyaris patah semangat gara-gara selama berhari-hari tak pernah meraih untung. Hanya berjualan dua atau tiga ekor ayam bakar plus nasi, terkadang dalam satu hari tak seekor pun yang laku. Pernah pula seluruh dagangannya yang telah dimasak di rumah tumpah di tengah jalan karena jalanan licin sehabis hujan.

“Apa boleh buat, saya terpaksa pulang dan memasak lagi” katanya. Istrinya yang tak sabar melihat lambannya usaha Puspo bahkan sempat memberi tahu ayahnya agar memberitahu ayahnya agar mempengaruhi Puspo supaya tak berjualan ayam bakar lagi. “Mertua saya bilang, kapan kamu akan tobat,” katanya menirukan ucapan sang mertua. Tantangan terbesar mungkin saat ia menghadapi kenyataan satu cabang Wong Solo miliknya yang baru dibangun langsung dibongkar oleh Pemda medan. Pasalnya cabang ini dibangun tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dinilai mengganggu kenyamanan warga.

Pada awal perantauannya ke Medan, Puspo wardoyo, sama sekali tak menyangka jika usaha warung ayam bakar "Wong Solo" akan berkembang seperi sekarang. Maklum, rumah makan yang dibukanya hanyalah sebuah warung berukuran sekitar 3×4 meter di dekat bandara Polonia, Medan. Setahun pertama dia hanya mampu menjual 3 ekor ayam per hari yang dibagi-bagi menjadi beberapa potong. Harga jual per potongnya Rp 4.500 plus sepiring nasi. Di tahun kedua, naik menjadi 10 ekor ayam per hari. Namun sekarang, 13 tahun kemudian, di memiliki lebih dari 16 cabang.

Itu semua bisa teratasi, apabila anda punya tekad untuk sukses.

Caranya : Bersikaplah positif.

Sikap positif = Baik + Mencoba , berarti tetap mengambil sisi baik dari kejadian buruk, serta tidak pernah mau berhenti untuk selalu mencoba lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar