Selasa, 31 Maret 2009

KEGAGALAN PEMIMPIN PERUSAHAAN

Kegagalan perusahaan besar di Amerika, seperti General Motor dan AIG, bukanlah disebabkan karena ketimban sial krisis keuangan global yang sedang menimpa Amerika dan dunia. Jika benar mereka ketimban sial, seharusnya bukan mereka saja yang mengalaminya. Mengapa hanya beberapa perusahaan saja?
Seperti busuknya ikan dimulai dari kepala ikan, demikian juga dengan kebangkrutan atau pertumbuhan perusahaan yang menurun disebabkan oleh pemimpinnya. Saya percaya pemimpin perusahan besar ini adalah alumni-alumni universitas terkenal di dunia.
Lalu bagaimana mungkin para pemimpin yang hebat-hebat ini, seperti Wagoner, CEO GM, yang dipaksa mundur oleh Obama, adalah pegawai yang sudah berkarir 20 tahun di GM.
Berikut petikan berita dari Republika Online:
WASHINGTON -- CEO General Motors Rick Wagoner mundur setelah menghadapi tekanan dari pemerintahan Obama yang hari Minggu ini (Senin WIB) bersiap mengumumkan dana talangan kedua untuk perusahaan ini dan pesaingnya yang lebih kecil Chrysler LLC.

Wagoner, seorang eksekutif karir GM dan menjabat CEO sejak tahun 2000, mengundurkan diri setelah produsen otomotif itu berjuang menghadapi turunnya penjualan akibat resesi yang memaksa GM dan para pemasok serta dealer diambang bangkrut.

"Bagi mereka mengganti pimpinan di tengah jalan adalah hal yang tidak pernah dilakukan GM, namun kini (Presiden Barack) Obama atau (Menteri Keuangan Timothy) Geithner bisa berkata, kami meminta mereka berkorban," kata Aaron Bragman, analis pada IHS Global Insight.

Ekonom dari Universitas Maryland, Peter Morici, pengkritik utama Wagoner yang pernah meminta Wagoner mundur namun dia kini malah percaya bahwa Wagoner sedang memulai menata perusahaan. Morici kini menyebut pemerintah menghadapi "masalah humas" berkaitan dengan paket dana talangan untuk perusahaan-perusahaan itu.

"Mereka hanya menalangi pihak yang pamer dan merengek meminta dana. Rakyat semakin letih karenanya dan alih-alih melemparkan seorang bankir ke kumpulan serigala pemerintah malah membesarkan Wagoner menjadi serigala," kata Morici.

GM sendiri tidak mengeluarkan pernyataan apapun berkaitan pengunduran diri Wagoner, namun seorang pejabat Gedung Putih yang menolak menyebutkan nama menyatakan bahwa pengunduran diri Wagoner adalah permintaan dari pemerintahan Obama.

Pemerintah tidak mengeluarkan sepatah kata pun apakah pemerintah atau pihak lainnya mengetahui sejak kapan Wagoner mundur atau siapa yang menggantikannya.

Fritz Henderson, "Chief Operating Officer" GM, adalah orang nomor dua di GM dan diyakini banyak kalangan akan menggantikan Wagoner.

Minggu lalu Obama menyebutkan mismanajemen selama bertahun-tahun menjadi pemicu masalah keuangan hebat pada industri otomotif AS, sebuah tuduhan yang menyengat Wagoner karena bersama pimpinan Ford Motor Co Alan Mulally dan bos Chrysler Bob Nardelli, mereka relatif pendatang baru yang datang dari luar industri otomotif.

GM menderita rugi sekitar 82 miliar dolar AS sejak 2005 sampai kerusakan keuangan bertambah parah di masa ini. Nilai perusahaan ini amblas 95 persen sejak Wagoner menjabat CEO.

Wagoner sedang berada di Washington hari Jumat untuk bertemu dengan gugus tugas restrukturisasi otomotif yang ditunjuk DPR dan Obama akan menyampaikan rekomendasi gugus tugas ini hari Senin.

GM dan Chrysler telah meminta tambahan dana sebesar 22 miliar dolar AS kepada pemerintah untuk mengatasi melemahnya pasar kendaraan baru yang merupakan terendah dalam 30 tahun terakhir. Namun, Ford yang juga dilanda krisis tidak berupaya mencari bantuan pemerintah.

Minggu (Senin WIB) ini Obama menyatakan bahwa GM dan Chrysler tidak berbuat banyak untuk menyelamatkan diri mereka sendiri sejak menerima dana talangan 17,4 miliar dolar AS Desember lalu.

"Mereka belum berbuat," kata Obama dalam wawancara rekaman pada program berita CBS, "Face The Nation."

GM dan Chrysler telah memakai hampir semua dana talangan awal dan hampir bangkrut tanpa dana tambahan.

Chrysler yang harus bersaing dengan produsen mobil Italia Fiat SpA, menyatakan bahwa perusahaan ini memerlukan dana tambahan paling lambat Selasa ini untuk menghindari krisis likuiditas.

Namun kedua produsen otomotif ini belum menyelesaikan program efisiensi yang disyaratkan dalam paket dana talangan dari pemerintahan Bush yang bertenggat waktu 31 Maret untuk menentukan apakah kedua perusahaan itu perlu diselamatkan.

Para analis mengatakan keadaan ini menciptakan dilemma bagi Obama karena GM dan Chrysler mempekerjakan hampir 160 ribu warga AS dan membiarkan perusahaan otomotif tumbang akan mempersulit ekonomi AS terutama di daerah Midwest yang ekonominya masih diterkam resesi.

Obama menyatakan bahwa produsen otomotif mesti bekerja lebih banyak lagi untuk mendapatkan konsesi dari kreditor, buruh dan pihak lainnya.

"Kami kira kita bisa memiliki industri otomotif AS yang sukses. Tapi tampaknya hanya ada satu yang secara realistis bisa bertahan ditengah iklim seperti sekarang," kata Obama yang menekankan semua pihak untuk bersedia berkorban.

GM dan Chrysler memperoleh konsensi berupa kontrak pemutusan kerja dengan Serikat Pekerja Otomotif agar tingkat upah kedua perusahaan ini sejajar dengan produsen otomotif Jepang pimpinan Toyoto Motor Corp yang beroperasi di AS.

Namun kemudian GM dan Chrysler gagal memenuhi target dari pemerintah yang ditetapkan Desember. Target itu khususnya pembicaraan pengurangan utang di kedua perusahaan yang gagal menghasilkan kesepakatan apapun dalam enam minggu terakhir.

Lalu apa penyebab pemimpin gagal, hal ini pernah ditanyakan kepada Peter Druker. Lalu dijawab demikian: "Pemimpin gagal ketika melakukan apa yang ingin dilakukan, bukan melakukan apa yang perlu dilakukan."
Sebut saja Robby Djohan, mantan Pemimpin di Garuda Indonesia. Mulai dia masuk ke Garuda Indonesia, dia mengobrak abrik tatanan yang telah berakar lama, yang menjadikan penyebab kerugian terus menerus ditubuh salah satu perusahaan BUMN ini.
Berikut ini petikan resensi buku yang diambil dari Sinar Harapan:
Robby Djohan adalah seorang Chief Executive Officer (CEO) ”kelas dunia”. Ia dibesarkan oleh Citibank. Berkat didikan Citibank, Robby—begitu ia biasa dipanggil—menjadi orang Indonesia pertama yang mengenyam pendidikan Executive Development Program (EDP) Citibank. Ia dikenal sebagai seorang bankir yang benar-benar ”bertangan dingin”.
Dalam waktu kurang dari 5 tahun bekerja di Citibank, Robby dipercaya sebagai kepala salah satu dari empat kelompok usaha untuk menangani ”Group individual banking, Travel Cheques dan High net worth individuals”.
Apa rahasia kesuksesan Robby? Menurutnya, di Citibank, pendidikan dan pengembangan karir lebih penting daripada proses kerja. Citibank itu sangat dinamis. Hampir semua bidang terus berubah. Karyawan yang terlambat mengantisipasinya akan tertinggal.
Segala sesuatu disiapkan direncanakan sejak awal dan semua karyawan, termasuk para eksekutifnya terbuka terhadap perubahan dan siap melaksanakannya. Kondisi semacam ini sangat cocok dengan karakter Robby yang suka akan perubahan. Ia berprinsip bahwa perubahan merupakan inti dari manajemen dan kepemimpinan.
Kedudukan terakhir Robby mengawali kariernya pada 1967 di Citibank sebagai staf biasa di bagian umum. Puncak jabatannya sebagai eksekutif adalah menjadi kepala kelompok usaha untuk institusi-institusi keuangan pemerintah.
Delapan tahun malang melintang di Citibank membuatnya menguasai benar berbagai aspek pengelolaan bank. Kariernya pun sudah ”mentok” sehingga Citibank ditinggalkannya dalam usianya yang ke-38 tahun. Ia ingin mengembangkan kariernya di tempat lain.
Semangat Robby berkobar-kobar. Ia memandang dunia di luar Citibank dengan optimisme yang tinggi.
Cita-citanya ingin mengamalkan ilmu dan pengalamannya untuk mengembangkan bank nasional. Ketika meninggal Citibank di usia 38, Robby sebenarnya sedang menuju kematangan dalam karier profesionalnya.
Robby kemudian hijrah ke Bank Niaga. Bank milik pribumi yang kecil, tradisional, dan tidak terkenal itu dikembangkan Robby menjadi sebuah bank swasta nasional ”papan atas”.
Ketika kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto sedang menuju kejatuhannya tahun 1998, melalui Tanri Abeng, Soeharto mempercayai Robby untuk menyelamatkan Garuda yang secara keuangan tengah bangkrut. Robby berhasil menghindari Garuda terperosok ke jurang kehancuran.
Keberhasilan di Garuda menghantarkan Robby ke tugas baru yang lebih berskala nasional, yaitu menggabungkan empat bank pemerintah—BBD, BDN, Bank Exim, dan Bapindo—menjadi Bank Mandiri seperti yang ada sekarang. Dalam usahanya menggabungkan keempat bank yang memiliki karakter dan budaya sangat berbeda, selain kentalnya birokrasi pemerintah di bank-bank ”plat merah” tersebut, watak kerja keras Robby sangat tampak.
Kalau IMF menargetkan restrukturisasi keempat bank itu dalam waktu dua tahun, Robby ternyata cuma membutuhkan waktu 6-7 bulan sehingga banyak orang tertegun melihat keberhasilannya.
Berikut ini, kiat-kiat bisnis yang dijalankan Robby. Pertama, misi dan budaya organisasi yang pragmatis. Dari pengalamannya sebagai CEO, menurut Robby, kalau organisasi serius mau mewujudkan sebuah pernyataan visi-misi, rumusan visi-misi itu harus pragmatis. Demikian juga budaya organisasinya harus berjalan seiring.
Karena itu kepada manajemen Garuda, Robby mencanangkan dan menitikberatkan, ”Sudahkah kita setiap hari menjadi lebih baik?” Inilah yang sekarang berkembang menjadi pernyataan misi Garuda: ”Kini Lebih Baik”. Lebih baik bagi semua—stakeholder mau pun karyawan, terlebih bagi para pelanggan.
Karena itu Garuda harus kompetitif dan mempunyai citra yang tinggi. Pemerintah sebagai stakeholder harus berkepentingan bahwa Garuda mampu beroperasi sesuai standar-standar bisnis yang berlaku dalam industri penerbangan, profitable, menjadi prasarana pengangkutan yang berguna. Para karyawan pun sebagai salah satu stakeholder, kepentingannya harus diakomodasi yakni kualitas hidupnya semakin hari semakin baik.
Kedua, pemimpin. Menurut Robby, tugas utama seorang pemimpin adalah memimpin. Ia tidak boleh terlalu melibatkan diri dalam proses operasional teknis, karena itu adalah tugas manajer.
Manajer adalah orang-orang yang terlibat dalam proses, memimpin orang-orang untuk melaksanakan pekerjaan guna mewujudkan keinginan pemimpin. Pemimpin adalah orang-orang yang melihat perubahan sebagai suatu potensi, memberi gagasan dan inspirasi, serta arah.
Sebagai seorang pemimpin yang baik, Robby lebih menyukai kerja efektif daripada kerja keras. Itu sebabnya, ketika memimpin Garuda Indonesia mau pun Bank Mandiri, Robby hanya memberikan arahan-arahan strategis dan menjamin bahwa apa yang menjadi arahan strategis itu dijalankan. Misalnya, beberapa persoalan utama seperti peningkatan citra, peningkatan kapasitas SDM, perbaikan kinerja keuangan, baik neraca maupun laporan rugi laba.
Ketiga, mendahulukan kepentingan perusahaan. Dalam hal ini, sebagai pemimpin menuru Robby, seseorang harus cepat dapat merumuskan segala persoalan, lalu bagaimana solusi harus dijalankan.
Keempat, kerjakan hari ini juga. Di Bank Niaga dikembangkan budaya antitunda. Kalau seorang manajer tidak setuju, ya ditolak. Tidak ada berkas yang ditinggalkan berlama-lama hingga bertumpuk-tumpuk. Tidak ada pekerjaan yang ditunda-tunda. Efek negatif dari penundaan adalah kemungkinan hilangnya kesempatan, biaya yang lebih tinggi, dan tertahannya proses kerja selanjutnya.
Kelima, mengambil keputusan. Mengambil keputusan itu menuntut keberanian yang tinggi. Misalnya soal memutuskan merger Bank Mandiri, apakah dilakukan dalam enam bulan atau dilaksanakan dalam dua tahun sesuai rencana pemerintah dan IMF.
Robby sebaga CEO berkeyakinan bahwa merger enam bulan adalah solusi terbaik karena untuk menangani bank yang merugi terus diperlukan centralized control yang baik.
Keenam, hidup dalam perubahan. Perubahan adalah sesuatu yang pasti terjadi. Karena itu siapa pun harus bisa menyesuaikan diri.
Bila tidak, seseorang akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari perubahan yang tengah terjadi. Misalnya, soal merger keempat bank pemerintah menjadi Bank Mandiri.
Ketujuh, tetapkan prioritas. Seorang pemimpin harus menentukan prioritas yang paling relevan. Sebab hidup ini penuh dengan keterbatasan. Tidak mungkin semua hal dikerjakan sekaligus.
Dalam kasus Garuda, misalnya, Robby membatasi permasalahan-permasalah yang menjadi problem utama sebagai prioritas.
Kedelapan, berorientasi pada pasar. Pasar itu dinamis dan terus berubah. Karena itu cara berpikir sebagai pengusaha harus bertumpu pada yang diinginkan pasar dengan memfokuskan diri pada hal yang bisa memberikan keuntungan besar dengan risiko yang relatif lebih kecil.
Selebihnya, Robby juga memberikan kiat untuk membangun kerjasama tim yang sinergis dan saluran komunikasi yang lancar bila ingin meraih kesuksesan yang besar dalam merestrukturisasi perusahaan.

Inilah pemimpin yang berhasil, mereka melakukan apa yang perlu dilakukan. GE dengan Jack Welch, IBM melalui Lou Gerstner, Xerox ditangan Anne Marie Dolan, Garuda Indonesia dipegang Robby Johan, Jamu Nyonya Meneer dengan Charles Saerang dan Grup Wing dibawah Freddy Katuary merupakan contoh dimana organisasi bisnis sukses menjalankan transformasi karena didukung penuh oleh para pemimpin mumpuni dan visioner.

Mengapa ada pemimpin yang tidak bisa melakukan apa yang perlu dilakukan? Hal ini banyak disebabkan oleh ketidakmauan pemimpin untuk mendengarkan dan bertanya.

BISNIS ADALAH MENGENAI KESEMPATAN

Berbisnis bisa dikatakan adu kejelian, siapa yang jeli melihat ceruk atau area putih di pasar yang belum digarap. Anda belum berbisnis dan bukan pebisnis jika tidak bisa melihat dan menggarap ceruk tersebut.
JCO adalah contoh baik, pebisnis yang mampu melihat dan memanfaatkan ceruk. Bagaimana tidak pada saat itu pemimpin pasar donut premium, "Dunkin Donut", melakukan penjualan donut secara tradisional. Beli dan Jual hanya itu yang dilakukan oleh Dunkin Donut. Mungkin terinspirasi oleh keberhasilan "Sturbuck", Johny Andrean, Pemilik JCO, ingin mengulangi keberhasilan "Sturbuck" melalui donut. Sama dengan Sturbuck, JCO bukan hanya menjual Donut, tapi menjual kenyamanan, tempat nongkrong sehabis lelah dalam bekerja. Tidak hanya itu, JCO memberikan kesan dan sesuatu yang baru mengenai bentuk dan rasa donut. Hal ini tidak dilakukan oleh Dunkin Donut.
Hukum Bisnis terjadi, JCO memenuhi ceruk, yaitu kebutuhan pasar yang belum terpenuhi, siapa yang memenuhi produknya akan diterima dan disukai pasar, demikian sebaliknya. Dunkin Donut sangat terasa mundur selangkah demi selangkah.
Kemampuan melihat ceruk berarti pebisnis sedang melihat kesempatan. Makna kesempatan bisnis kuno berarti bagaimana perusahaan merebut "kue" di pasar. Makna seperti ini sudah tidak mumpuni lagi bila diterapkan dengan kondisi saat ini. Makna kesempatan bisnis modern adalah bagaimana menciptakan pasar baru. Peter Drucker mengatakan: "kesempatan adalah hasil dari ciptaan." Bukan memperbaiki yang sudah ada, tapi menciptakan yang baru, yang sebelumnya belum ada.
Force Magic, memposisikan diri bukan sebagai perusahaan yang ingin merebut pasar obat pembasmi nyamuk, tapi mereka membuka pasar baru, pembasmi nyamuk dengan aroma yang wangi dan tidak merusak kesehatan saat menghirupnya.
Sekali lagi bisnis adalah kemampuan melihat kesempatan pada sebuah ceruk, disanalah tempat kebutuhan customer yang belum terpenuhi.