Kamis, 29 Mei 2008

7. Beridelah tidak seperti pada umumnya (biasa)

Ide bisnis yang unik berarti anda memiliki daya saing yang memberikan daya jual.
Hindari :
1. Menjual produk/jasa yang sudah banyak
2. Menjual produk/jasa dengan kualitas (fungsi, packing) yang sama
3. Menjual produk/jasa dengan cara yang sama

Anda perlu berpikir outside of the box.
Berapa setengah dari tiga belas ? 6 setengah, 1 dan 3, XI dan II, VIII.

Eti tidak hanya membuat makanan dari kentang, tapi juga memproduksi sirup kulit kayu manis sebagai minumannya. Sesuai dengan namanya, minuman ini rasanya manis dan warna coklat kekuningan.
Yang tak kalah unik adalah produk terbarunya, yaitu tomat kurma. Meski jenis makanan ini sudah ada lebih dulu di Ambarawa dan Batam, tomat kurma buatan Eti agak sedikit berbeda. Kurma lebih terasa asam, khas tomat. Bentuknya betul-betul mirip kurma, berwarna kecoklatan.
Dari kemampuan ini, Eti pernah meraih penghargaan Jerih Setio tahun 2003 dan Juara II UKM Berprestasi Tahun 2006 dari Pemprov Jambi, dan Pemuda Pelopor Tahun 2006 tingkat Nasional.
Dalam satu hari Eti memasuk 1.000 bungkus atau sekitar 250 kilogram dodol kentang ke hampir semua toko swalayan di Kota Jambi. Selain itu, dodolnya juga dipasarkan ke sejumlah kabupaten di Jambi, Bengkulu, Riau dan Padang. Bahkan menjelang musim Lebaran, penjualan mencapai 32.000 bungkus atau sekitar 8 ton.
Kini dia sedang menimbang-nimbang permintaan untuk memasarkan dodol kentangnya ke Malaysia.

Selasa, 06 Mei 2008

6. Beranilah untuk memulai

Ada yang berpikir perlu cari waktu yang tepat untuk memulai, atau perlu sempurna dulu baru memulainya. Percayalah, perlu sikap berani, untuk memulai, karena rencana banyak yang jadi file saja, karena tidak ada keberanian untuk memulainya.

Lampu hijau bagi anda untuk berani mulai, apabila :
1.Anda sudah punya rencana yang jelas (spt di no 3)
2.Anda punya modal (tidak perlu harus banyak)
3.Anda punya perhitungan keuntungannya, perkiraan pendapatan – perkiraan pengeluaran = Laba
Saat ini setiap bulan Elly menggarap kurang lebih 600 pasang sepatu. Harga sepatunya, mulai Rp. 300.000 sampai jutaan rupiah.
Bisnisnya bermula dari, karena kebanyakan berjalan selama bekerja, jempol kaki Elly pun sakit. “Saya kena cantengan kalau orang Sunda bilang,” ujar ibu tiga anak ini. Jempol kaki Elly bengkak, sehingga tidak nyaman pakai sepatu. Tapi Elly tidak Cuma meratapi nasib dan jempolnya. Justru musibah jempol ini membawa ide segar baginya. Pasalnya, selama sakit, Elly kerap pergi ke toko-toko sepatu untuk mencari alas kaki. Sampai toko sepatu, ia cuma bingung. “Mau beli yang bermerk, memang enak, sih, tapi mahal,” katanya.
Karena gregetan dengan hal itu, Elly memutuskan untuk bikin sepatu sendiri. Ia membuat sepatu di tukang jahit kulit kenalannya. Ternyata hasilnya pas.
Mulai dari situ, Elly berpikir, bahwa ada banyak orang yang punya problem kaki seperti dirinya. Segera otak bisnis Elly berputar. Tahun 2000 ia nekad buka usaha sepatu bikinannya, bermodal mesin jahit dan tukang sepatu kenalannya. Pelanggan pertama adalah adik bungsunya yang punya ukuran kaki 48. Ketika akhirnya bisa memakai sepatu bikinan Elly, adiknya pun sangat bersuka cita. Sejak itu, pelan-pelan pesanan datang menghampiri bengkel sepatu bermerek Ethree milik Elly, yang berlokasi di Jakarta Selatan itu.



5. Lewati tahap pengujian (baik data maupun pendapat orang lain)

Bijaksana kalau kita membagikan ide kita dengan data dan pendapat orang lain. Dengan data, maksudnya anda perlu pendapat dari majalah usaha (peluang usaha, dll) tentang ide bisnis anda ini. Apakah prospek bagus, modal tidak besar, resiko terukur, musiman atau tidak, dll.
Pendapat orang lain (keluarga, teman, dll) diperlukan untuk menguji apakah ide bisnis anda bisa diterima pasar. Apakah mereka tertarik dengan produk/jasa yang anda tawarkan ?
Karena lamaran kerjanya sering ditolak, Pipie berniat jadi pengusaha sendiri. Bermoda dua mesin jahit, sekarang, ia berhasil menggaet beberapa perusahaan besar menjadi pelanggan tetapnya.
Sampai mempunyai dua anak, alumni Fakultas Pertanian, UNS, Solo, ini mulai berpikir untuk membuka usaha sendiri di rumah. Lalu, suami Pipie menyarankannya menjadi pemasok barang-barang promosi yang dibutuhkan perusahaan.
Ketika memulai usahanya tahun 1995 silam, Pipie harus mendatangi satu per satu perusahaan, untuk menawarkan tas bikinannya. “Bikin janji mau ketemu susahnya minta ampun. Mereka kan sibuk,” kenang Pipie.
Ternyata, pasar itu memang penuh dengan gemerincing rupiah. Buktikan saja, omzet perusahaan Pipie, yang bernama Huda Rahma Grupindo, oke juga. “Rata-rata omzet sekitar Rp. 6 miliar setahun,” kata Pipie.